Kamis, 15 Maret 2012

Bekerja Untuk Hidup

Ada seorang suami dari negara tetangga yang memiliki dua orang istri. Hampir tiap hari, setiap kali sang suami pergi meninggalkan rumah, dia selalu pulang dalam keadaan kenyang dan membawa makanan untuk kedua istrinya. Istrinya bertanya kepadanya dengan siapa dia pergi makan dan minum. Dia menjawab semuanya itu dilakukan bersama dengan orang yang kaya raya. Sang istri memberi tahu istri ke 2, "Suami kita setiap kali keluar rumah, baru pulang jika sudah kenyang makan enak, dan membawakan makanan untuk kita. Setiap kali ditanya dengan siapa dia makan, jawabnya selalu dengan orang-orang kaya dan berpengaruh. Tetapi, sampai saat ini tidak ada seorang kaya pun yang pernah bertamu ke rumah kita. Besok aku akan membuntutinya diam-diam untuk mengetahui kemana sebenarnya ia pergi" lanjutnya.

Keesokan paginya, dia bangun pagi-pagi dan dengan diam-diam membuntuti suaminya pergi ke tempat yang biasa dikunjunginya setiap hari. Seluruh penjuru kota telah dijelajahinya namun tak terlihat seorangpun berbicara dengan suaminya. Akhirnya dilihatnya suaminya pergi ke tempat makam orang terkenal (makam kyai). Laki-laki itu mendatangi kaum peziarah dan meminta sisa-sisa makanan yang digunakan oleh peziarah itu untuk sembahyang (persembahan). Setelah ia kenyang ia membungkus sisa makanan itu untuk nanti dibawa pulang untuk diberikan kedua istrinya di rumah. Inilah caranya makan kenyang setiap harinya.

Sesampainya di rumah, sang istri menceritakan kepada istri ke 2 apa yang telah dilihatnya hari itu, katanya “Suami adalah sandaran hidup kita, namun saat ini dia berbuat seperti ini” Mereka berdua lalu mengiba dan menangis di halaman rumah. Suaminya belum mengetahui hal itu. Dia berjalan masuk ke rumah dan dengan angkuh menghampiri kedua istrinya itu.

Yang dapat dihargai dari seorang kepala keluarga adalah bahwa dia bekerja. Apakah hasil pekerjaannya itu dapat membuat kaya atau tidak, itu lain soal. Yang penting, hasil pekerjaannya itu tidak membuat ‘MALU’ keluarga. Maaf kata ‘MALU’ disini bukan malu karena jenis profesi, karena menurut saya semua jenis profesi pekerjaan itu mulia ketika dilandasi oleh semangat keiklasan, pengabdian, kejujuran, kebenaran dan takut akan TUHAN. 

Ironi sekali ketika kita merasakan dengan keadaan di republik ini, saat arus konsumerisme dan hedonisme melanda sebagian elit dari masyarakat kita. Budaya tidak tahu MALU berkembang..dan hasilnya setiap saat kita disuguhi berita-berita di media tentang korupsi yang masif. Tidakkah mereka berfikir bahwa istri di rumah sebenarnya menangis hatinya tiap saat karena sebenarnya mereka tahu apa yang dilakukan suaminya dibalik semua kemewahan yang kekayaan yang diterimanya? Bahwa orang bijak mengatakan kesenangan dan kebahagiaan keluarga itu belum tentu tergantung pada banyaknya uang, mungkin itu memang benar adanya.



Tidak ada komentar: