Perayaan Paskah telah usai. Rangkaian prosesi
pengulangan sejarah suci telah kita lalui dengan khidmat dan diakhiri dengan
sorak-sorai kesukacitaan karena Kristus telah bangkit dari maut. Setelah selama
sepekan kita dibawa kepada nilai-nilai moral 2000 an tahun yang silam kini tiba
saatnya kita akan kembali ke realitas hidup di tengah-tengah masyarakat
sekarang; masyarakat modern dengan berbagai macam dinamikanya.
Mencoba melihat dari sisi sosiologi dan kebudayaan
tanpa bermaksud mengurangi ke teologian, sejarah suci ini ternyata juga diwarnai dengan
beberapa kejahatan, intrik politik, dan budaya matrealistik. Dikisahkan tentang
penghianatan oleh Judas Iskariot yang menyerahkan Yesus demi mendapatkan
beberapa keping uang emas dari Imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal bait
Allah (bdk Luk. 22:3-6), sangat jelas disini rupanya budaya matrealistis telah
membuat seseorang tega berbuat jahat bahkan menghianati ‘sahabat sendiri’ atau
Gurunya sendiri yang telah bersama-sama selama ini. Pun Petrus juga setali tiga
uang dengan Yudas. Ketika Kristus mulai diarak untuk didera, seseorang melihat
Petrus sebagai salah seorang murid Kristus namun Petrus menyangkal dan
mengatakan bahwa Ia tidak mengenal Nya (bdk. Luk. 22:54-62).
Intrik Politik juga mewarnai kisah ini. Hasutan para
Imam-imam Kepala terhadap rakyat sungguh menjadikan rakyat buta akan kebenaran,
Imam-imam kepala berhasil membentuk opini publik yang menvonis bahwa Yesus
memang orang bersalah walau waktu dihadapkan di Mahkamah Agama, tidak ada satu
orang pun yang berhasil menunjukan kesalahan apa yang telah di buat Yesus.
Namun opini masyarakat sudah terbentuk maka rakyat mulai marah, mereka kemudian
menyeret Yesus ke hadapan Pilatus seorang Penguasa daerah Yudea, namun karena
Yesus berasal dari Galilea maka Pilatus menyerahkan kepada Herodes, namun
Herodes kembali menyerahkannya pada Pilatus. Sangat jelas disini bahwa kedua
Pemimpin ini mencoba untuk lepas tangan dan melemparkan tanggung jawab dalam
menangani kasus Yesus ini.
Sebenarnya Pilatus juga tidak menemukan satu
kesalahanpun dalam diri Yesus, namun opini publik yang dihembuskan Imam-imam
kepala sudah terlanjur terbentuk sehingga rakyat memaksa agar Pilatus menghukum
mati Yesus. Melihat rakyat begitu banyak marah, Pilatus ‘keder’ juga, Ia berada
pada situasi yang secara politik tidak menguntungkan. Ingin bertidak
konstitusional tapi takut tidak populer di mata rakyat, Akhirnya ia memenuhi
desakan rakyat walau inkonstitusional...walau secara simbolik ia cuci tangan
tetapi seharusnya pemimpin harus tegas dan berpihak pada kebenaran dan bukan
atas dasar desakan dari sebuah opini publik yang memang sengaja dihembuskan
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sedangkan Yesus? Yesus setia menerima penderitaan ini,
Dia rela menanggung semua beban untuk diolok-olok, disiksa didera bahkan di
salib sampai berkesudahan. Ia telah menunjukkan kesetiaan yang sejati kepada
Bapa. Dan karena begitu besar Kasih dan CintaNya kepada kita, dalam
penderitannya yang sangat berat itu bahkan ia masih mendoakan kita (bdk Luk
23:34)....dan akhirnya Nubuat itu digenapi, Yesus bangkit pada hari ketiga, Ia
telah mengalahkan kuasa maut, Allah telah menunjukan kebesaranNya bahwa tidak
ada satupun kuasa yang bisa membelenggu Anak Domba...Ini menjadi insipirasi
yang sangat agung dalam sejarah umat manusia.
Bagaimana dengan kita? Bagaimana kita bisa
mengaktualisasikan arti dari Kebangkitan ini? Apakah cukup kita hanya mengenang
dengan penuh khidmat di Gereja dengan mengikuti semua prosesi Misa Pekan Suci?
Apakah kita boleh berbangga ketika bisa berpuasa dan ber-APP selama masa
prapaskah?
Paska bukan sekedar sebuah peristiwa melainkan sebuah Inspirasi.
Sebuah inspirasi kebangkitan bagi hati dan jiwa kita, untuk sebuah hidup baru
yang penuh kasih kepada sesama kita. Ya..sebuah insipirasi untuk kita terus berbagi dan peduli pada penderitaan
sesama kita sepanjang detik, sepanjang menit, sepanjang jam, sepanjang hari,
sepanjang minggu, sepanjang bulan, sepanjang tahun....Sekarang dan
Selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar