Sabtu, 14 April 2012

Hidup damai di atas Lingkaran Api (Ring of Fire)


Ring Of Fire (RoF) adalah sebutan bagi kawasan deretan gunung api yang berada di kawasan Samudra Pasifik karena di kawasan ini memang sarat dengan aktifitas perut bumi yang masih memijar dan panas. Wilayah ini merupakan zona penunjang lempeng bumi. Zona lempeng bumi Sirkum Pasifik ini dimulai dari Selandia Baru lalu mengarah ke Indonesia, naik ke Jepang kemudian ke Amerika Utara yakni mulai dari Alaska, California dan berakhir di Amerika Latin (Anif Punto Utomo) (lihat gambar).

Ring Of Fire (sumber Google)

Lingkaran Api (Ring of Fire) terjadi karena adanya lempeng-lempeng bumi yang besar, diantaranya adalah lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan lempeng Pasific. Selain lempeng besar itu terdapat lempeng kecil, seperti lempeng Filipina, Lempeng Burma dan lainnya. Rumah kita, Republik Indonesia tercinta ini diapit oleh tiga lempeng raksasa yaitu : Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasific

Lempeng Indonesia (sumber Google)

Sehubungan dengan adanya aktifitas di dalam inti bumi, lempeng-lempeng bumi akan mengalami aktifitas pergerakkan pula. Namun efek dari pergerakan lempeng ini menyebabkan juga tumbukkan antar lempeng. Lempeng dengan berat jenis lebih besar (lempeng samudra) akan menghujam lempeng dengan berat jenis lebih kecil (lempeng benua). Lempeng Indo-Australia akan menghujam lempeng Eurasia yang merupakan lempeng benua. Begitu juga dengan lempeng Pasific yang akan menghujam lempeng Eurasia. Aktifitas tumbukkan ini yang terus menerus terjadi sepanjang Lingkaran Api Pasific.

Di dalam setiap aktifitas tumbukan atau penghujaman yang terjadi pada kedalam sekitar 150 km, terjadilah apa yang disebut partial melting atau pelelehan sebagian. Ini terjadi akibat gesekan batuan yang terus menerus. Lelehan akan berusaha melepaskan diri dan bila menemukan celah, maka dia akan muncul sebagai gunung Api yang kita kenal. Di sepanjang Lingkar api Pasific ini wajar jika muncul deretan gunung api.

Proses tumbukan dan terjadinya Gunung Api (sumber Google)

Timbulnya Gunung Api disisi lain menjadi sahabat dan berkah dari Sang Pencipta. Gunung Api menyuguhkan pemandangan yang eksotis. Siapa yang tidak mengakui keeksotisan Gunung Bromo, sebuah lukisan Alam yang sangat Agung. Atau salah satu Gunung paling aktif di dunia yaitu Gunung Merapi, disamping memberi kesuburan di daerah sekitar, lihatlah berapa berkah yang dilimpahkan oleh gunung Merapi dengan pasir dan batu bahan bangunan yang sangat bermanfaat untuk kehidupan umat manusia. Pendek kata Gunung Api memberikan manfaat untuk kehidupan.

Eksotisme Pemandangan Gunung Bromo (sumber Google)


Akan tetapi suatu saat Gunung Api dapat berubah total menjadi monster dan mesin pembunuh yang maha dahsyat yang tanpa ampun meluluhlantakkan kehidupan akibat lava pijar dan awan panas yang dimuntahkan dari dalam perutnya. Yang lebih parah lagi apabila gunung api itu berada di lempeng di bawah samudera. Ketika terjadi erupsi maka akan menyebabkan gelombang pasang atau Tsunami yang siap melumat kehidupan di atasnya. Ini pernah terjadi pada tahun 1883 saat Gunung Krakatau yang berada di selat Sunda mengalami erupsi. Itu dari sisi erupsi, padahal gelombang pasang (Tsunami) juga bisa terjadi manakala lempengan-lempengan bumi mengalami deformasi entah karena penghujaman seperti pada tahun 2004 di pantai barat Sumatra yang banyak merenggut jiwa manusia ataupun karena pergeseran seperti yang terjadi pada tanggal 12 April 2012 di pantai barat sumatra. Yang terakhir dampaknya tidak se-dahsyat 2004 dulu.

Bila kita sadari, semua memang sudah diciptakan Tuhan dengan sisi hitam dan sisi putihnya. Di satu sisi alam bisa menjadi sahabat bagi kita tapi di sisi lain alam juga memiliki prosesnya sendiri yang membawa konsekuensi terhadap terjadinya bencana seperti tsunami atau gunung meletus.

Lalu bagaimana dengan kita? Sejauh pengetahuan saya belum ada atau bahkan mungkin tidak ada teknologi yang paling canggih sekalipun yang mampu mencegah terjadinya tsunami ataupun gunung meletus. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengenali tanda-tandanya sehingga teknologi bisa menciptakan sebuah sistem peringatan dini sehingga bisa meminimalisir korban yang diakibatkan bencana tersebut.
Yang bisa kita lakukan adalah menjalin persahabatan yang mesra dengan alam (salah satu kalimat dalam ARDAS KAS 2011 menyebutkan pelestarian keutuhan ciptaan). Terimalah alam sebagai sebuah berkah yang Agung dari Sang Pencipta yang harus kita jaga, kita rawat dan kita lestarikan namun singkapilah juga dengan bijaksana ketika Alam menjalankan prosesnya sendiri, itulah hukum Alam.
SAVE OUR PLANET NOW
Tuhan Memberkati !!

reference : Tsunami (The Deadliest Wave)

Selasa, 10 April 2012

Hidup Baru



Perayaan Paskah telah usai. Rangkaian prosesi pengulangan sejarah suci telah kita lalui dengan khidmat dan diakhiri dengan sorak-sorai kesukacitaan karena Kristus telah bangkit dari maut. Setelah selama sepekan kita dibawa kepada nilai-nilai moral 2000 an tahun yang silam kini tiba saatnya kita akan kembali ke realitas hidup di tengah-tengah masyarakat sekarang; masyarakat modern dengan berbagai macam dinamikanya.

Mencoba melihat dari sisi sosiologi dan kebudayaan tanpa bermaksud mengurangi ke teologian, sejarah  suci ini ternyata juga diwarnai dengan beberapa kejahatan, intrik politik, dan budaya matrealistik. Dikisahkan tentang penghianatan oleh Judas Iskariot yang menyerahkan Yesus demi mendapatkan beberapa keping uang emas dari Imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal bait Allah (bdk Luk. 22:3-6), sangat jelas disini rupanya budaya matrealistis telah membuat seseorang tega berbuat jahat bahkan menghianati ‘sahabat sendiri’ atau Gurunya sendiri yang telah bersama-sama selama ini. Pun Petrus juga setali tiga uang dengan Yudas. Ketika Kristus mulai diarak untuk didera, seseorang melihat Petrus sebagai salah seorang murid Kristus namun Petrus menyangkal dan mengatakan bahwa Ia tidak mengenal Nya (bdk. Luk. 22:54-62).

Intrik Politik juga mewarnai kisah ini. Hasutan para Imam-imam Kepala terhadap rakyat sungguh menjadikan rakyat buta akan kebenaran, Imam-imam kepala berhasil membentuk opini publik yang menvonis bahwa Yesus memang orang bersalah walau waktu dihadapkan di Mahkamah Agama, tidak ada satu orang pun yang berhasil menunjukan kesalahan apa yang telah di buat Yesus. Namun opini masyarakat sudah terbentuk maka rakyat mulai marah, mereka kemudian menyeret Yesus ke hadapan Pilatus seorang Penguasa daerah Yudea, namun karena Yesus berasal dari Galilea maka Pilatus menyerahkan kepada Herodes, namun Herodes kembali menyerahkannya pada Pilatus. Sangat jelas disini bahwa kedua Pemimpin ini mencoba untuk lepas tangan dan melemparkan tanggung jawab dalam menangani kasus Yesus ini.

Sebenarnya Pilatus juga tidak menemukan satu kesalahanpun dalam diri Yesus, namun opini publik yang dihembuskan Imam-imam kepala sudah terlanjur terbentuk sehingga rakyat memaksa agar Pilatus menghukum mati Yesus. Melihat rakyat begitu banyak marah, Pilatus ‘keder’ juga, Ia berada pada situasi yang secara politik tidak menguntungkan. Ingin bertidak konstitusional tapi takut tidak populer di mata rakyat, Akhirnya ia memenuhi desakan rakyat walau inkonstitusional...walau secara simbolik ia cuci tangan tetapi seharusnya pemimpin harus tegas dan berpihak pada kebenaran dan bukan atas dasar desakan dari sebuah opini publik yang memang sengaja dihembuskan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Sedangkan Yesus? Yesus setia menerima penderitaan ini, Dia rela menanggung semua beban untuk diolok-olok, disiksa didera bahkan di salib sampai berkesudahan. Ia telah menunjukkan kesetiaan yang sejati kepada Bapa. Dan karena begitu besar Kasih dan CintaNya kepada kita, dalam penderitannya yang sangat berat itu bahkan ia masih mendoakan kita (bdk Luk 23:34)....dan akhirnya Nubuat itu digenapi, Yesus bangkit pada hari ketiga, Ia telah mengalahkan kuasa maut, Allah telah menunjukan kebesaranNya bahwa tidak ada satupun kuasa yang bisa membelenggu Anak Domba...Ini menjadi insipirasi yang sangat agung dalam sejarah umat manusia.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana kita bisa mengaktualisasikan arti dari Kebangkitan ini? Apakah cukup kita hanya mengenang dengan penuh khidmat di Gereja dengan mengikuti semua prosesi Misa Pekan Suci? Apakah kita boleh berbangga ketika bisa berpuasa dan ber-APP selama masa prapaskah?
Paska bukan sekedar sebuah peristiwa melainkan sebuah Inspirasi. Sebuah inspirasi kebangkitan bagi hati dan jiwa kita, untuk sebuah hidup baru yang penuh kasih kepada sesama kita. Ya..sebuah insipirasi untuk kita terus berbagi dan peduli pada penderitaan sesama kita sepanjang detik, sepanjang menit, sepanjang jam, sepanjang hari, sepanjang minggu, sepanjang bulan, sepanjang tahun....Sekarang dan Selamanya. 

Minggu, 08 April 2012

PESAN PASKAH 2012 PAUS BENEDICTUS XVI

Dear Brothers and Sisters in Rome and throughout the world!
“Surrexit Christus, spes mea” – “Christ, my hope, has risen” (Easter Sequence).

May the jubilant voice of the Church reach all of you with the words which the ancient hymn puts on the lips of Mary Magdalene, the first to encounter the risen Jesus on Easter morning. She ran to the other disciples and breathlessly announced: “I have seen the Lord!” (Jn 20:18). We too, who have journeyed through the desert of Lent and the sorrowful days of the Passion, today raise the cry of victory: “He has risen! He has truly risen!”
Every Christian relives the experience of Mary Magdalene. It involves an encounter which changes our lives: the encounter with a unique Man who lets us experience all God’s goodness and truth, who frees us from evil not in a superficial and fleeting way, but sets us free radically, heals us completely and restores our dignity. This is why Mary Magdalene calls Jesus “my hope”: he was the one who allowed her to be reborn, who gave her a new future, a life of goodness and freedom from evil. “Christ my hope” means that all my yearnings for goodness find in him a real possibility of fulfilment: with him I can hope for a life that is good, full and eternal, for God himself has drawn near to us, even sharing our humanity.
But Mary Magdalene, like the other disciples, was to see Jesus rejected by the leaders of the people, arrested, scourged, condemned to death and crucified. It must have been unbearable to see Goodness in person subjected to human malice, truth derided by falsehood, mercy abused by vengeance. With Jesus’ death, the hope of all those who had put their trust in him seemed doomed. But that faith never completely failed: especially in the heart of the Virgin Mary, Jesus’ Mother, its flame burned even in the dark of night. In this world, hope can not avoid confronting the harshness of evil. It is not thwarted by the wall of death alone, but even more by the barbs of envy and pride, falsehood and violence. Jesus passed through this mortal mesh in order to open a path to the kingdom of life. For a moment Jesus seemed vanquished: darkness had invaded the land, the silence of God was complete, hope a seemingly empty word.
And lo, on the dawn of the day after the Sabbath, the tomb is found empty. Jesus then shows himself to Mary Magdalene, to the other women, to his disciples. Faith is born anew, more alive and strong than ever, now invincible since it is based on a decisive experience: “Death with life contended: combat strangely ended! Life’s own champion, slain, now lives to reign”. The signs of the resurrection testify to the victory of life over death, love over hatred, mercy over vengeance: “The tomb the living did enclose, I saw Christ’s glory as he rose! The angels there attesting, shroud with grave-clothes resting”.
Dear brothers and sisters! If Jesus is risen, then – and only then – has something truly new happened, something that changes the state of humanity and the world. Then he, Jesus, is someone in whom we can put absolute trust; we can put our trust not only in his message but in Jesus himself, for the Risen One does not belong to the past, but is present today, alive. Christ is hope and comfort in a particular way for those Christian communities suffering most for their faith on account of discrimination and persecution. And he is present as a force of hope through his Church, which is close to all human situations of suffering and injustice.
May the risen Christ grant hope to the Middle East and enable all the ethnic, cultural and religious groups in that region to work together to advance the common good and respect for human rights. Particularly in Syria, may there be an end to bloodshed and an immediate commitment to the path of respect, dialogue and reconciliation, as called for by the international community. May the many refugees from that country who are in need of humanitarian assistance find the acceptance and solidarity capable of relieving their dreadful sufferings. May the paschal victory encourage the Iraqi people to spare no effort in pursuing the path of stability and development. In the Holy Land, may Israelis and Palestinians courageously take up anew the peace process.
May the Lord, the victor over evil and death, sustain the Christian communities of the African continent; may he grant them hope in facing their difficulties, and make them peacemakers and agents of development in the societies to which they belong.
May the risen Jesus comfort the suffering populations of the Horn of Africa and favour their reconciliation; may he help the Great Lakes Region, Sudan and South Sudan, and grant their inhabitants the power of forgiveness. In Mali, now experiencing delicate political developments, may the glorious Christ grant peace and stability. To Nigeria, which in recent times has experienced savage terrorist attacks, may the joy of Easter grant the strength needed to take up anew the building of a society which is peaceful and respectful of the religious freedom of all its citizens.
Happy Easter to all! 

sumber : http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/messages/urbi/documents/hf_ben xvi_mes_20120408_urbi-easter_en.html

Jumat, 06 April 2012

Merendahkan Diri dan Melayani


Kamis Putih (Holy Thursday) adalah salah satu rangkaian acara dari pekan suci menjelang hari kebangkitan Tuhan (Paska). Kamis putih bukan hanya melulu sebuah kemegahan tata Ekaristi yang Maha Agung namun lebih jauh peristiwa Kamis putih mempunyai makna yang sangat mendalam dan sangat bersentuhan dengan realitas kemanusiaan dimana ada romansa cinta, pelayanan, kesendirian, kepasrahan bahkan ada tragedi penghianatan hingga penantian akan kematian. Peristiwa-peristiwa yang sangat kaya makna dan penting ini adalah pengenangan pada perempuan yang meminyaki Yesus dengan parfum dari buli-buli dan mengusapnya dengan rambutnya. Ini juga pengenangan akan perjamuan malam yang dilakukan Yesus, akhir masa Yesus berbagi roti dengan para murid. Ini adalah tanda dari keteladanan Yesus yang mereka semua pengikutnya menyebutnya pelayan, dan ini juga pengenangan akan pengkianatan yang dilakukan Petrus (yang menyangkal Yesus 3x ) dan juga Yudas Iskariot (yang menyerahkan Yesus).

Ibadat Kamis Putih menggambarkan peran Yesus yang telah datang ke dunia membawa Terang. Terang Allah dari penciptaan dan Terang Kristus dan terang tersebut membawa sebuah pesan bagi kita yaitu “MELAYANI”

Ada sebuah peristiwa yang menurut saya bermakna sangat dalam dan sangat relevan bagi kehidupan dan karya kita di tengah masyarakat sekarang ini. Peristiwa tersebut adalah saat Yesus membasuh kaki para murid-muridnya. Dalam sejarah Yahudi pembasuhan kaki lazim dilakukan oleh bawahan pada atasannya atau seorang budak pada majikannya. Kaki adalah bagian yang kotor dari manusia, yang selalu menginjak debu tanah. Pembasuhan adalah sebuah simbolisasi tata gerak yang berarti mensucikan diri dan membersihkan diri.
Namun yang istimewa di sini, pembasuhan kaki ini dilakukan oleh Yesus yang adalah Guru kepada murid-muridnya. Yesus melakukan sebuah ritual yang biasa dilakukan dengan cara yang tidak berbeda. Yesus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak layak dilakukan oleh seorang Guru. Tata gerak membasuh kaki ini menyimbolkan suatu teladan untuk merendahkan diri dan melayani. Yesus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Guru kepada murid-Nya. 

Tindakan Yesus membasuh kaki merupakan tindakan simbolis yang menyimbolkan penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, kemuridan dan ibadah. Penyerahan diri yang dimaksudkan adalah penyerahan diri Yesus dalam kematian untuk membersihkan orang lain. Pembasuhan kaki yang Yesus lakukan juga menyimbolkan kerendahan hati dan keinginan untuk menjadi hamba yang mau melayani orang yang hina sekalipun.

Merendahkan diri dan Melayani tampaknya sekarang menjadi sesuatu yang mulai amat sulit ditemukan di kehidupan kita. Terus terang saya sangat sedih ketika melihat ulah pemimpin-pemimpin negeri ini, apalagi Wakil rakyat yang katanya sangat terhormat itu. Seharusnya mereka tahu bahwa Tuhan memberi mereka jabatan itu adalah untuk melayani, sekali lagi untuk melayani rakyat, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Rakyat dipaksa untuk melayani mereka untuk sebuah nafsu duniawi....Saya sungguh berdoa bagi mereka.

Selaras dengan tema Pekan suci tahun ini...Orang Katholik Sejati harus Peduli dan berbagi, maka marilah kita meneladani Kristus yang mau melayani, peduli dengan murid-muridnya dengan penuh Kasih, Kesederhanan dan Kepasrahan yang luar biasa dan tanpa ada pamrih sedikitpun.

Selamat Melanjutkan Perayaan Pekan Suci. Tuhan Memberkati.